GAZA (Arrahmah.id) - Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Marco Rubio pada Jumat (19/12/2025) menyerukan pelucutan senjata Hamas, namun menyatakan harapan akan adanya kemajuan menuju tahap berikutnya dari gencatan senjata di Gaza, di tengah pertemuan para pejabat regional dan laporan bahwa lima orang lagi tewas di wilayah yang telah hancur tersebut.
Pejabat tinggi dari Qatar dan Mesir, dua mediator utama gencatan senjata, serta Turki sebagai kekuatan regional, dijadwalkan menuju Miami pada Jumat (19/12) untuk bertemu dengan utusan AS, termasuk Steve Witkoff, sahabat Presiden Donald Trump yang menjabat sebagai utusan keliling.
Rubio mengakui bahwa upaya mencapai perdamaian di Gaza menghadapi banyak kesulitan. Ia menyebut gencatan senjata yang mulai berlaku pada Oktober lalu, yang disertai pembebasan sandera, sebagai sebuah “keajaiban”.
“Setiap hari akan menghadirkan tantangan baru, dan kami menyadari bahwa tantangan itu datang dari semua arah,” ujar Rubio dalam konferensi pers di Washington.
Dalam tahap kedua kesepakatan, 'Israel' seharusnya menarik pasukannya dari posisi-posisi di Gaza, sebuah otoritas sementara akan memerintah wilayah Palestina menggantikan Hamas, dan pasukan stabilisasi internasional akan dikerahkan.
Rubio memperingatkan bahwa proses tersebut akan runtuh jika Hamas tidak dilucuti senjatanya.
“Jika Hamas suatu hari nanti masih berada pada posisi yang memungkinkan mereka mengancam atau menyerang 'Israel', maka tidak akan ada perdamaian,” kata Rubio kepada para jurnalis. “Itulah mengapa pelucutan senjata menjadi sangat krusial.”
Sementara itu, kepala Hamas di Gaza, Khalil al-Hayya, mengatakan pada Ahad (14/12) bahwa kelompok Palestina tersebut memiliki “hak yang sah” untuk memiliki senjata. 'Israel' berulang kali menegaskan bahwa Hamas harus dilucuti.
Pejabat tinggi Hamas lainnya menegaskan bahwa pembicaraan apa pun harus bertujuan menghentikan pelanggaran gencatan senjata oleh 'Israel'.
“Rakyat kami berharap perundingan ini menghasilkan kesepakatan untuk mengakhiri pelanggaran hukum Israel yang terus berlangsung, menghentikan semua pelanggaran, dan memaksa pendudukan mematuhi perjanjian Sharm el-Sheikh,” kata anggota biro politik Hamas, Bassem Naim, kepada AFP.
Rubio Optimistis soal Pasukan Internasional
Rubio juga menyatakan optimisme bahwa sejumlah negara bersedia mengirim pasukan sebagai bagian dari kekuatan stabilisasi di Gaza.
“Saya sangat yakin bahwa ada sejumlah negara yang dapat diterima oleh semua pihak dan bersedia melangkah maju untuk menjadi bagian dari pasukan stabilisasi tersebut,” ujarnya.
Menanggapi pertanyaan wartawan, Rubio menyebut Pakistan, yang tidak memiliki hubungan diplomatik dengan 'Israel', namun sedang mempertimbangkan pengiriman pasukan sebagai bagian dari upaya mendekati Trump.
“Kami sangat berterima kasih kepada Pakistan atas tawarannya untuk menjadi bagian dari misi ini, atau setidaknya mempertimbangkannya,” kata Rubio.
Namun ia menambahkan bahwa AS masih perlu memberikan penjelasan lebih lanjut sebelum meminta komitmen penuh dari negara mana pun.
Presiden Prabowo Subianto, pada September lalu menawarkan kontribusi 20.000 pasukan penjaga perdamaian.
Israel, bagaimanapun, menolak peran Turki, meskipun Ankara mengakui 'Israel' secara diplomatik. Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dikenal sebagai pengkritik keras tindakan 'Israel' di Gaza.
400 Warga Palestina Tewas Sejak Gencatan Senjata
Pertahanan Sipil Gaza melaporkan bahwa lima orang tewas akibat tembakan artileri 'Israel' yang menghantam sebuah tempat perlindungan.
Dengan demikian, jumlah warga Palestina yang tewas akibat tembakan 'Israel' sejak gencatan senjata berlaku pada 10 Oktober telah mencapai 400 orang.
Menteri Luar Negeri Mesir Badr Abdelatty menyatakan bahwa langkah-langkah tegas harus diambil untuk menghentikan pelanggaran gencatan senjata.
“Komunitas internasional harus memberikan tekanan nyata dan efektif untuk menghentikan semua pelanggaran yang terjadi setiap hari terhadap perjanjian gencatan senjata,” ujarnya dalam konferensi pers di Kairo.
Bassem Naim dari Hamas juga menegaskan bahwa perundingan baru harus meningkatkan masuknya bantuan kemanusiaan ke Gaza.
Dalam tahap pertama kesepakatan, para pejuang Palestina berkomitmen membebaskan 48 sandera, baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal, yang ditahan di Gaza. Hingga kini, semua sandera telah dibebaskan kecuali satu jenazah.
Tahap ketiga gencatan senjata mencakup rencana rekonstruksi wilayah Gaza yang hancur akibat perang genosida 'Israel', yang dimulai pada Oktober 2023 dan telah menewaskan lebih dari 70.000 warga Palestina. (zarahamala/arrahmah.id)
