Era digital tidak terelakan, banyak kemudahan dan informasi-informasi yang dapat kita peroleh keterhubungan manusia satu dengan manusia lain berjalan tanpa batas geografis. Informasi dalam waktu bersamaan bisa diketahui pada daerah dimanapun. Perkembangan jaringan internet menyebar keseluruh penjuru dunia. Hingga kebutuhan memiliki smartphone menjadi sebuah keharusan setiap orang. Seperti misalnya pada generasi gen Z yang tumbuh dalam era ini , kebutuhan gawai menjadi kebutuhan mendasar.
Survei APJII mengungkap bahwa generasi Z adalah kelompok yang paling dominan dalam pengunaan internet dengan kotribusi 25,54 persen dari total pengguna. (Cloud Computing /12/8/2025)
Dalam bermedsos generasi muda ini mengetahui kondisi berbagai wilayah yang ada di luar ataupun di dalam negri. Mereka mengetahui berbagai pergerakan pemikiran di berbagai daerah sehingga mereka terbuka terhadap yang baru. Mereka kritis terhadap berbagai hal yang ada baik itu tentang kerusakan atau kebijakan para penguasa. Dengan menyodorkan format baru, yaitu proses digital berupa meme, video singkat, film documenter, petisi hingga stad up comedy. Aksi digital di medsos ini berlanjut ke aksi unjuk rasa turun ke jalan, atau mereka dapat menggerakan aksi lain seperti empati pada Palestina ataupun memberikan bantuan koban banjir di Sumatra.
Gen Z yang tumbuh di era digital bebas berekspresi melaui platform seperti Instagram dan Tik To, mereka dapat menampilkan identitas, minat, serta pandangan hidup mereka secara luas, Namun, dibalik kebebasan ini sebenarnya mereka terjebak dalam tekanan sosial yang diciptakan oleh media sosial itu sendiri. Akhirnya ternyata sisi lain dari era ini memberikan juga banyak pengaruh buruknya.
Berdasarkan penelitian Patricia dkk. (2024) sebanyak 81 persen anak muda mengaku bahwa Ketika melihat satus (story) seseorang di medsos berujung membandingkan diri dengan orang lain. Laporan lain seperti dikutip media juga mengungkap bahwa 46 persen remaja berusia 13-17 tahun mengatakan media sosial membuat mereka memiliki pandangan buruk terhadap tubuh mereka. Ini menunjukan bagaimana paparan konten digital dapat membentuk persepsi negatif terhadap diri sendiri. (Detiknews/21/4/2025)
Dari data ini dapat dilihat bahwa media sosial yang seharusnya menjadi ruang ekspresi, justru berubah menjadi sumber ketidak percayaan diri, tekanan mental dan kecemasan karena selalu membandingkan dirinya dengan orang lain yang lebih sempurna. Belum lagi adanya cyberbullying yang kerap ada hingga menimbulkan depresi dan bunuh diri.
Alih-alih menjadi tempat berekspresi dengan bebas, media sosial malah menjadi sumber tekanan yang mengintai mental generasi ditambah adanya penyebaran berita hoaks dan hack data pribadi. Sehingga tidak ada rasa aman Ketika mereka aktif dalam dunia digital ini.
Ruang Digital yang Menjebak Sekulerisme
Ruang digital bagi gen Z menyajikan aktivitas mengandung paradoks, disatu sisi mereka terbukti kreatif, berani dan mampu menggerakan ribuan orang orang dalam waktu singkat dan tidak gentar pada represif aparat. Namun disisi lain mereka kerap rapuh terhadap pragmentasi. Ruang digital tidak netral, karena didominasi nilai sekuler kapitalistik. Melaui algoritma yang bekerja tanpa jeda, generasi Z didorong memandang agama sebagai ranah privat, memisahkan nilaindari urusan politik, dan menganggap kebebasan individual sebagai tujuan yang paling rasional. Desain algoritma, kebijakan moderasi konten, sampai struktur bisnisnya mencerminkan ideologi pembuat platformnya. Standar moral dan aturan mencerminkan sekulerisme yang memisahkan agama dari kehidupan. Sehingga konten yang ditampilkan yaitu konten yang layak sesuai dengan Barat berupa konten individualistis, kebebasan, materialistik, liberal dan konsumtif.
Kapitalis agloritma menyasar aktivis muslim dengan kemasan yang “Islami” sehingga seolah-olah sudah mewakili Islam yang sesungguhnya . Padahal sejatinya, Islam bukan dalam wujud yang sesungguhnya. Padahal islam yang “diizinkan” kapitalisme adalah Islam bukan dalam wujud yang hakiki, tetapi Islam yang telah direduksi dan diminimalisasi dengan pandangan moderasi sehingga hanya tampil pada aspek akidah, akhlak, dan ibadah ritual saja.
Aktivitas dakwah Islam Ideologis dihalangi dengan melalui shadow-ban yaitu tindakan tersembunyi yang dilakukan oleh platform medsos untuk membatasi jangkauan akun , sehingga unggahan Islam Ideologis tidak akan ditemukan oleh pengguna lain. Tapi berputar hanya pada pendakwahnya saja.
Sementara konten sekuler, liberal, porno, LGB-7O, kekerasan, judol, dan pinjol terus bebas menjangkau generasi muslim. Hingga melenakan mereka dan tergoda untuk mengejar kesenagan duniawi saja, melupakan akhiratnya.
Jika kita telisik , penggunaan platform digital disisi lain memang terdapat sisi positipnya yaitu adanya activism glocal, mudah belajar dsb, tapi nyatanya memiliki minus problem mental, inkusif-progresif, mempertanyakan agama-otentik, memiliki nilai sendiri yang beda dengan generasi tua. Hingga akhirnya pada titik ini ternyata diperlukan ideologis Islam yang kuat yang bisa menyelamatkan gen Z.
Menyelamatkan Gen Z dengan Landasan Ideologis Islam
Ideologisasi bukan sekedar penguat iman atau pemberi motivasi spriritual tetapi merupakan proses sistemis untuk membangun cara berpikir, cara menilai, dan cara bergerak berdasarkan akidah Islam. Tanpa landasan Ideologis, maka benteng generasi tidak akan kuat menghadapi realita global dengan jernih . Mereka paham bahwa krisis yang menimpa umat bukan karena kelalaian tetapi buah dari penerapan sistem sekuler kapitalis yang dapat merusak mereka. Sekuler yang memuja kesenangan dunia dirasakan akan membuat mereka menderita lahir dan batin karena tidak tentu arah hidupnya.
Di tengah ekosistem digital yang kian mengurung pemuda dalam lingkaran aktivitas semu, umat membutuhkan generasi yang mampu keluar dari jebakan algoritma dan berdiri sebagai subjek perubah. Potensi generasi muda sangat besar dalam mengambil kendali , bukan tunduk pada algoritma ataupun pasar Barat, tetapi hanya tunduk pada Allah.
Pergerakan gen Z harus diarahkan untuk memberikan solusi sistemis dan ideologis bardasarkan paradima Islam. Allah Swt. berfirman, “Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.” (OS Ali Imran [3]: 110)
Dalam membangun generasi yang memiliki arah yang jelas, maka tugas umat adalah menghadirkan lingkungan pembinaan yang membentuk kepribadian Islam, menguatkan kemampuan membaca realitas. Dan mengarahkan kepedulian generasi muda pada perubahan yang bersifat sistemis ke perubahan menerapkan sistem ideologi Islam.
Membina generasi muda dengan menanamkan akidah dan visi hidup serta syariat Islam sebagai solusi hidupnya. Menguatkan identitas generasi muslim dan membangkitkan aktivitas mereka agar berkotribusi pada pentingnya penerapan syariat Islam dalam kehidupan. Generasi muda dan tua melebur bersama memperjuangkan ini. Disisi lain peran negara berperan besar dalam menciptakan kondisi masyarakat yang terbebas dari sistem kapitalis.
Sinergi keluarga, masyarakat dan negara dibutuhkan untuk menyelamatkan generasi dan mengarahkan pada pergerakan yang sahih. Sesuai dengan tuntunan Islam.
Wallahu a’lam bis shawab
