Menyelamatkan Generasi dari Cengkeraman Kapitalisme

Oleh Anizah
Jumat, 19 Desember 2025 / 29 Jumadilakhir 1447 16:27
Menyelamatkan Generasi dari Cengkeraman Kapitalisme
Menyelamatkan Generasi dari Cengkeraman Kapitalisme

Generasi muda adalah garda terdepan perubahan sekaligus cermin masa depan bangsa. Sejarah mencatat betapa gemilangnya masa kejayaan Islam, di mana para pemuda tumbuh dengan kepribadian mumpuni—memiliki jiwa ksatria, mentalitas pejuang, dan intelektualitas mujtahid. Namun, menatap realita hari ini, potret ideal tersebut seolah memudar. Generasi Muslim saat ini sedang tidak baik-baik saja; mereka tengah dibombardir oleh konten negatif yang merusak pemikiran, adab, dan jati diri mereka sebagai hamba Allah.

Potret Kelam di Bawah Arus Modernitas

Data lapangan menunjukkan angka yang sangat mengkhawatirkan. Menurut Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), kasus judi online di kalangan remaja usia 10–20 tahun terus meningkat (Kompas.com, 9/5/2025). Tak hanya itu, bahaya narkotika juga mengintai dengan data menunjukkan sekitar 312.000 remaja usia 15–25 tahun telah terpapar zat terlarang tersebut (MetroTV, 10/8/2025).

Kerusakan ini semakin diperparah dengan liarnya pergaulan bebas. Pada tahun 2023 lalu BKKBN mencatat angka yang mengejutkan: 60% remaja usia 16–17 tahun sudah melakukan hubungan seksual, disusul 20% pada rentang usia 14–15 tahun, dan 20% pada usia 19–20 tahun. (Espos.id, 4/8/2025)

Generasi yang sejatinya menjadi tombak kemajuan justru terjerumus dalam kubangan maksiat yang menghancurkan masa depan mereka.

Kapitalisme: Akar dari Segala Kerusakan

Jika kita telusuri, semua ini bukanlah kebetulan, melainkan buah dari penerapan sistem Kapitalisme-Sekuler. Sistem ini memisahkan agama dari kehidupan (sekularisme), menganggap aturan Tuhan hanya berlaku di ranah privat dan tidak relevan untuk mengatur urusan publik. Akibatnya, standar kebahagiaan bergeser menjadi materi dan kesenangan jasmani semata.

Ketidakhadiran agama dalam ruang publik menyebabkan:

  1. Negara abai: Penguasa cenderung membiarkan konten buruk bertebaran atas nama kebebasan berekspresi, alih-alih melindungi moralitas warganya malah merusak
  2. Keluarga rapuh: Beban ekonomi yang kian mencekik di bawah sistem kapitalisme memaksa orang tua menghabiskan waktu di luar rumah, sehingga fungsi keluarga sebagai benteng pertama anak-anak pun runtuh
  3. Masyarakat pasif: Budaya "masa bodoh" dan lemahnya aktivitas amar makruf nahi mungkar membuat lingkungan tidak lagi menjadi tempat yang aman bagi tumbuh kembang remaja.

Islam sebagai Solusi Pencetak Generasi Bertakwa

Mencetak generasi tangguh hanya bisa dilakukan dengan mencabut akar masalahnya dan menggantinya dengan paradigma Islam. Islam memandang pemuda sebagai aset besar yang harus dididik dengan kesatuan langkah antara tiga pilar:

  1. Pilar pendidikan: Kurikulum harus berbasis akidah Islam. Tujuannya adalah membangun pola pikir (aqliyah) dan pola sikap (nafsiyah) yang Islami, sehingga setiap perbuatan mereka senantiasa bersandar pada hukum syarak (halal-haram), serta hanya ingin meraih ridho-Nya
  2. Pilar keluarga: Mengembalikan fungsi orang tua sebagai pendidik pertama dan utama dalam menanamkan iman, takwa, dan akhlak mulia sejak dini.
  3. Pilar negara: Negara harus hadir secara berdaulat untuk menghapus segala konten yang merusak moral, menerapkan sistem hukum yang tegas, serta menjamin kesejahteraan agar keluarga dapat menjalankan fungsinya tanpa tekanan ekonomi yang ekstrem.

Penutup
Kerusakan generasi yang terjadi saat ini bersifat sistemik, maka solusinya pun tidak boleh sekadar tambal sulam. Kita membutuhkan kembalinya aturan Islam secara menyeluruh untuk melindungi pemuda dari arus kapitalisme yang menghancurkan. Hanya dengan kembali pada aturan Sang Pencipta, kita bisa melahirkan kembali generasi pemimpin yang bertakwa, cerdas, dan bermartabat.

Editor: Hanin Mazaya

kapitalisme