Pengaruh Internet bagi Generasi Z dan Alpha

Oleh SuryaniPegiat Literasi
Selasa, 16 Desember 2025 / 26 Jumadilakhir 1447 17:53
Pengaruh Internet bagi Generasi Z dan Alpha
Pengaruh Internet bagi Generasi Z dan Alpha

Di era digital saat ini, internet telah menjadi kebutuhan semua orang terutama Generasi Z dan Alpha. Terkhusus di Indonesia beberapa tahun terakhir penggunanya mengalami peningkatan yang sangat signifikan.

Berdasarkan laporan terbaru Asosiasi Penyelenggara Internet Indonesia (APJII) yang bertajuk, "Profil Internet Indonesia 2025" telah mencatat pengguna internet di tanah air tahun ini telah mencapai 229,4 juta jiwa. Angka ini mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yang berjumlah 221,5 juta, naik sekitar 8 juta jiwa.

Survey APJII mengungkap bahwa, kelompok paling dominan dengan kontribusinya mencapai 25,45 persen dari kalangan Gen Z (usia 12-27 tahun), disusul milenial (usia 20-43 tahun) sebesar 25,17 persen, dan Gen Alpha (lahir 2013 ke atas) di angka 23,19 persen. (Cloudcomputing.id, 12 Agustus 2025)

Dominasi generasi muda ini menunjukkan bahwa pertumbuhan internet di Indonesia sangat dipengaruhi oleh digital native, yakni generasi yang tumbuh bersama teknologi, dimana mereka sangat mahir menggunakan teknologi. Tetapi dibutuhkan sikap yang bijak dalam menggunakannya,  karena sejatinya internet ibarat pisau bermata dua, bisa jadi jalan kebaikan namun sangat mungkin malah menjadi jalan keburukan.

Kehadiran internet sangat banyak membantu dan memudahkan urusan manusia, dari mulai mudah mendapat atau mengirim berbagai informasi, akses ilmu, memudahkan dalam tranksaksi dan manfaat-manfaat lainnya. Namun tidak sedikit terutama media sosial yang justru membawa keburukan terhadap penggunanya, terutama Gen Z yang banyak dinilai merupakan generasi lemah.

Walau begitu Gen Z memiliki potensi kritis dan mampu menginisiasi perubahan melalui sosial media. Karena mereka mempunyai kecerdasan terutama dalam menggunakan teknologi yang justru sedikit dimiliki generasi sebelumnya. Maka perlu ada pemahaman ilmu agar tidak terjebak pada konten-konten yang justru membawa keburukan pada dirinya.

Walaupun Sebenarnya banyak nilai positif yang dihasilkan dari internet seperti aktivisme glocal kemudahan belajar, dan sebagainya. Namun akibat yang ditimbulkannya pun tak kalah banyak seperti problem mental, inklusif-progresif, mempertanyakan agama-otentik, juga memiliki nilai sendiri yang  beda dengan  generasi tua. Akhirnya pergerakan cenderung pragmatis, mencari validasi, karakteristik digital native.

Menyikapi kondisi tersebut, maka dibutuhkan peran dari semua pihak untuk membendung arus teknologi digital kapitalistik. Di mulai dari keluarga yang merupakan sekolah pertama bagi anak. Para orang tua harus selalu mengontrol prilaku anggotanya terutama anak mereka dalam penggunaan mesdos. Selain itu keperdulian masyarakat juga tak kalah penting dalam melakukan amar makruf nahi mungkar ketika ada suatu pelanggaran di tengah-tengah mereka. Selanjutnya kontrol dan perlindungan negara sebagai institusi pemerintahan yang berkewajiban menjaga generasi bangsa dari kerusakan dan pembajakan kapitalis melalui teknologi.

Negara wajib memfilter dari setiap informasi dan konten-konten yang masuk, dan memastikan tetap ada pada standar yang benar. Sehingga efek buruk yang ditimbulkan bisa diminimalisir terutama pada generasi Z atau Alpha yang notabene masih rentan terpengaruh dan tingkat emosionalnya masih labil.

Namun nyatanya negara seolah berlepas tangan. Apapun bisa diakses mau itu berakibat positif atau negatif. Situs-situs  judol dan pinjol misalnya, sangat sulit ditutup walau sudah nyata berdampak kerusakan di masyarakat. Adegan maupun fornografi mudah diakses rakyat,  dan masih banyak tayangan yang unfaedah menghiasai laman-laman media sosial. Dan itu bisa diakses oleh kalangan manapun termasuk Gen Z dan Alpha.

Ini semua akibat sistem kehidupan yamg diterapkan adalah kapitalisme sekuler. Materi menjadi standar kebahagiaan, tidak peduli halal dan haram yang penting ada keuntungan yang bisa diraih walaupum akibatnya bisa merusak generasi tidak menjadi pertimbangannya.

Maka penting kiranya saat ini untuk menyelamatkan generasi dari pengaruh hegemoni ruang digital sekuler kapitalistik. Apalagi generasi adalah aset yang berharga untuk menopang peradaban yang gemilang. Bagaimana tatanan masyarakat yang mulia akan tercipta kalau generasinya rusak?

Adapun cara menyelamatkan mereka dengan mengubah paradigma berpikir sekuler menjadi paradigma berpikir Islam. Pahamkan Islam yang seutuhnya, yakni sebuah ideologi yang di dalamnya ada aturan kehidupan yang sempurna, serta tujuan penciptaan Allah Swt. yakni untuk beribadan kepada-Nya. Sesuai Firman-Nya:

"Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia, kecuali untuk beribadah kepadaKu."   (TQS Adz-Dzariyat ayat 56)

Termasuk dalam menggunakan teknologi harus sesuai dengan standar Islam yakni halal dan haram. Hal-hal negatif yang diharamkan dan sudah pasti membawa keburukan wajib ditinggalkan, tentu diberi sanksi bilamana ada yang melanggarnya Karena sesungguhnya Islam sangat menghargai kemajuan teknologi.

Negara yang menerapkan Islam memiliki tanggung jawab dalam mencegah dampak negatif teknologi terutama dalam hal edukasi, penguatan infrastruktur digital berbasis nilai, pembatasan usia dan pengawasan orang tua, edukasi literasi digital sesuai syariat, serta membangun teknologi mandiri untuk kontrol konten dari ide kufur seperti sekularisme.

Maka ketika negara mampu melindungi generasi dari paparan negatif internet, dan mampu memanfaatkan teknologi ini sesuai standar Islam, suatu keniscayaan terwujudnya generasi emas nan cemerlang yang mampu mendakwahkan serta menjaga kemulian Islam dan kaum muslim.  Sehingga Islam akan bersinar dan menjadi mercusuar dunia.

Sangat penting kiranya mewujudkan sistem kehidupan Islam. Agar peran negara dalam mengurusi rakyat dan menyikapi kemajuan teknologi sesuai dengan standar Islam. Termasuk pergerakan Gen Z juga harus diarahkan untuk memberikan solusi sistemis dan ideologis berdasarkan paradigma Islam.

Dengan demikian, kesadaran personal dan masyarakat saja belumlah cukup tapi butuh support sistem dari negara untuk menyelamatkan generasi. Keluarga yang mampu memberikan edukasi dan penguatan akidah bagi anggotanya; ada masyarakat yang membudayakan amar makruf nahi mungkar; dan negara yang hadir sebagai pengurus dan pelindung rakyatnya sesuai dengan standar Islam, baik dalam kehidupan nyata maupun maya.

Wallahu'alam bis shawwab

Editor: Hanin Mazaya

internetmedia sosial