MEDAN (Arrahmah.id) — Polemik penolakan awal terhadap bantuan kemanusiaan berupa 30 ton beras dari Uni Emirat Arab (UEA) untuk korban banjir di Kota Medan akhirnya menemui titik terang.
Pemerintah pusat menegaskan bahwa bantuan tersebut bukan berasal dari pemerintah UEA, melainkan dari lembaga kemanusiaan sipil Bulan Sabit Merah (Red Crescent), dan kini resmi disalurkan kepada masyarakat terdampak melalui Muhammadiyah.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian memberikan klarifikasi bahwa kesalahpahaman terjadi karena bantuan tersebut sempat diasumsikan sebagai bantuan antarpemerintah (government to government/G2G).
Setelah dilakukan koordinasi langsung dengan Kedutaan Besar UEA, pemerintah memastikan bantuan itu murni berasal dari organisasi kemanusiaan nonpemerintah.
“Setelah kami berkoordinasi dengan Kedutaan Besar UEA, diperoleh konfirmasi bahwa bantuan 30 ton beras ini berasal dari organisasi kemanusiaan Bulan Sabit Merah, bukan dari pemerintah UEA,” ujar Tito di Halim Perdanakusuma, Jumat (19/12/2025).
Sebelumnya, Wali Kota Medan Rico Tri Putra Bayu Waas memutuskan untuk mengembalikan bantuan tersebut karena belum adanya kejelasan mekanisme penerimaan bantuan asing.
Tito menjelaskan bahwa langkah tersebut dilandasi asumsi bahwa bantuan berasal dari skema G2G, sementara mekanisme formal untuk skema tersebut memang belum tersedia.
Guna mencegah bantuan kemanusiaan tertahan dan memastikan tetap sampai ke masyarakat, pemerintah pusat kemudian mengambil langkah strategis dengan menunjuk organisasi kemanusiaan yang memiliki kapasitas dan jaringan logistik tanggap darurat.
Setelah melalui diskusi dan kesepakatan bersama, Muhammadiyah melalui Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) ditetapkan sebagai penyalur resmi bantuan tersebut.
“Saat ini, beras tersebut sudah berada dalam pengelolaan Muhammadiyah. Mereka akan bertanggung jawab penuh menyalurkannya langsung kepada masyarakat yang paling membutuhkan,” jelas Tito.
Hal senada disampaikan Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution. Ia memastikan bantuan 30 ton beras tersebut tidak dikembalikan ke negara asal, melainkan tetap disalurkan kepada korban banjir di Sumatra Utara melalui Muhammadiyah.
“Ini bukan bantuan G2G. Jadi bukan dari negara Uni Emirat Arab, melainkan dari NGO. Karena itu, penyalurannya dipercayakan kepada Muhammadiyah,” kata Bobby.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir menyampaikan apresiasi atas kepercayaan yang diberikan pemerintah dan mitra kemanusiaan internasional kepada Muhammadiyah.
Ia menegaskan bahwa Muhammadiyah berkomitmen membantu masyarakat terdampak bencana tanpa mempersoalkan status kebencanaan.
“Dalam kerja-kerja kemanusiaan, Muhammadiyah tidak mempermasalahkan status kebencanaan. Ketika masyarakat membutuhkan pertolongan, di situlah Muhammadiyah bergerak,” tegas Haedar, Jumat (19/12).
Haedar menambahkan, prinsip Muhammadiyah dalam merespons bencana adalah sedikit bicara dan banyak bekerja, dengan mengedepankan aksi nyata yang cepat dan tepat sasaran.
Bantuan beras tersebut akan segera disalurkan sebagai bentuk khidmat Muhammadiyah bagi kemanusiaan dan kebangsaan.
Sementara itu, Ketua Lembaga Resiliensi Bencana (LRB) atau MDMC PP Muhammadiyah, Budi Setiawan, mengungkapkan kronologi penyerahan bantuan.
Ia menjelaskan bahwa setelah BPBD Kota Medan diminta mengembalikan bantuan, BPBD berkoordinasi dengan BNPB untuk mencari mitra NGO yang dapat menyalurkan bantuan tersebut.
“BNPB meminta BPBD Medan bekerja sama dengan NGO lain. Saat itu diajukan beberapa opsi, termasuk PMI, BSMI, dan MDMC Medan. Pada akhirnya, pilihan jatuh kepada MDMC,” ujar Budi, Sabtu (20/12).
Keputusan tersebut diperkuat oleh dua faktor, yakni permintaan langsung BPBD Medan kepada MDMC serta komunikasi langsung perwakilan UEA di Jakarta dengan MDMC Medan.
Dengan mempertimbangkan kapasitas logistik dan urgensi penyaluran, MDMC menyatakan kesiapannya untuk membantu distribusi bantuan ke wilayah paling terdampak.
Distribusi bantuan akan diprioritaskan bagi warga dan pengungsi korban banjir di Sumatra Utara.
Diketahui, banjir besar melanda Kota Medan pada 27 November 2025 lalu, menyebabkan puluhan ribu warga mengungsi dan menelan korban jiwa sebanyak 12 orang berdasarkan data BNPB.
Dengan selesainya polemik ini, pemerintah berharap bantuan kemanusiaan dapat segera meringankan beban masyarakat terdampak dan mempercepat proses pemulihan pascabencana.
(ameera/arrahmah.id)
