Peneliti ISESS: Perpol 10/2025 Bertabrakan dengan UU Polri dan UU ASN

Ameera
Ahad, 14 Desember 2025 / 24 Jumadilakhir 1447 21:49
Peneliti ISESS: Perpol 10/2025 Bertabrakan dengan UU Polri dan UU ASN
Peneliti ISESS: Perpol 10/2025 Bertabrakan dengan UU Polri dan UU ASN

JAKARTA (Arrahmah.id) - Peneliti bidang Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto, menilai Peraturan Kepolisian (Perpol) Nomor 10 Tahun 2025 memang tidak secara langsung bertentangan dengan amar Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 114/PUU-XXIII/2025.

Namun demikian, regulasi tersebut menyimpan persoalan serius berupa konflik norma hukum dengan undang-undang lain, khususnya Undang-Undang Polri dan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (ASN).

Menurut Bambang, Putusan MK Nomor 114/PUU-XXIII/2025 pada dasarnya tidak melahirkan norma baru.

Putusan itu hanya menghapus frasa “tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” dalam penjelasan Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri karena dinilai tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

“Keputusan MK Nomor 114/PUU-XXIII/2025 bukanlah norma baru, tetapi mengembalikan tafsir yang salah terkait kerancuan adanya penjelasan Pasal 28 ayat 3 UU 2/2002, karena penjelasan undang-undang itu bukan norma,” ujar Bambang, di Jakarta, Ahad(14/12/2025), dilansir Inilah.com.

Ia menjelaskan, dalam praktik ketatanegaraan, setiap penugasan personel pada dasarnya memang harus didasarkan pada surat perintah.

Namun, Pasal 28 ayat (3) UU Polri secara tegas menyebutkan bahwa anggota Polri hanya dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.

Dalam penjelasan pasal tersebut sebelumnya disebutkan bahwa jabatan di luar kepolisian adalah jabatan yang tidak ada sangkut-paut dengan kepolisian atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri. Frasa inilah yang kemudian dipersoalkan dan dikoreksi oleh Mahkamah Konstitusi.

Bambang menilai, Perpol 10/2025 yang mengatur penugasan anggota Polri aktif ke 17 kementerian dan lembaga negara justru menimbulkan persoalan baru.

Menurutnya, pengaturan tersebut tidak tepat karena implementasinya juga bersinggungan dengan kementerian dan lembaga lain yang seharusnya tunduk pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN.

“Artinya Perpol 10/2025 tersebut justru bertentangan dengan UU 2/2002 yang menjadi landasan terbitnya Perpol itu sendiri dan UU 20/2023 tentang ASN,” tegasnya.

Ia menekankan, dalam hierarki peraturan perundang-undangan, Kapolri berposisi sebagai pelaksana Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002, bukan pembentuk norma hukum baru.

Karena itu, ruang pengaturan Perpol tidak boleh melampaui, apalagi bertabrakan, dengan undang-undang yang lebih tinggi, termasuk ketika menyentuh wilayah ASN yang pengaturannya sudah dibatasi secara tegas oleh UU ASN.

“Di sisi lain, pemerintah dalam hal ini Menteri Hukum juga keliru karena memasukkan Peraturan Kapolri yang bertentangan dengan undang-undang ke dalam lembar negara,” pungkas Bambang.

Sementara itu, Polri memberikan penjelasan terkait polemik tersebut. Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri, Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko, menegaskan bahwa penempatan anggota Polri aktif pada sejumlah posisi di 17 kementerian dan lembaga telah berjalan sesuai aturan yang berlaku.

“Polri pada pengalihan jabatan anggota Polri dari jabatan managerial maupun non-managerial pada organisasi dan tata kerja Polri untuk dialihkan pada organisasi dan tata kerja kementerian/lembaga, yaitu berdasarkan regulasi,” ujar Trunoyudo kepada Inilah.com, Jumat (12/12/2025).

Menurutnya, ketentuan tersebut tetap berlaku meskipun MK telah mengeluarkan Putusan Nomor 114/PUU-XXIII/2025. Ia menyatakan Pasal 28 ayat (3) UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri beserta penjelasannya masih berkekuatan hukum.

Selain UU Polri, Trunoyudo menyebut terdapat regulasi lain yang membuka peluang anggota Polri mengisi jabatan ASN tertentu, antara lain UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN serta Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS. Dalam aturan tersebut, khususnya Pasal 147 hingga Pasal 150, diatur bahwa anggota Polri dapat mengisi jabatan tertentu sesuai kompetensinya, tanpa beralih status menjadi PNS.

Ia menambahkan, penetapan nama jabatan, kompetensi, dan persyaratan jabatan ASN yang dapat diisi anggota Polri ditentukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) kementerian atau lembaga dengan persetujuan Menteri PAN-RB.

Selain itu, instansi pusat yang membutuhkan personel Polri wajib mengajukan permintaan resmi kepada Kapolri.

Polri juga mengatur aspek teknis penugasan tersebut melalui Perpol Nomor 10 Tahun 2025. Dalam mekanisme itu, personel yang ditempatkan harus memenuhi persyaratan kompetensi, memiliki rekam jejak yang bersih, serta tidak sedang menduduki jabatan lain di internal Polri.

Untuk mencegah rangkap jabatan, setiap anggota yang ditugaskan akan dimutasi dari posisi sebelumnya dan ditempatkan sebagai perwira dalam rangka penugasan.

Isu ini mencuat setelah Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menandatangani Perpol Nomor 10 Tahun 2025 yang membuka peluang penugasan polisi aktif di luar struktur Polri.

Kebijakan tersebut menuai kritik dari berbagai kalangan karena dinilai bertentangan dengan putusan MK dan dianggap sebagai kemunduran agenda reformasi kepolisian.

Salah satu kritik datang dari Konsultan Hubungan Keparlemenan Alvin Lie. Melalui akun X miliknya, ia menilai Perpol tersebut tidak hanya bertentangan dengan putusan MK, tetapi juga dengan UU Polri.

“Reformasi Polri sekadar omon-omon sambil ngopi,” tulis Alvin Lie, Jumat (12/12/2025).

(ameera/arrahmah.id)

Perpol 10/2025Peneliti ISESSUU Polri dan UU ASN